Disekitar apotik orang-orang tumpah ruah berdesak-desakkan menghadiri peresmian kafe. Aku gugup melihat hisam dan gengnya duduk diteras apot...
Disekitar apotik orang-orang tumpah ruah berdesak-desakkan menghadiri peresmian kafe. Aku gugup melihat hisam dan gengnya duduk diteras apotik. Pasti mereka akan menghinaku lagi. Tapi suanda yang melihat hisam malah senang tak alang kepalang. Seakan inilah waktunya membalas tuntas perbuatan hisam. Aneh entah apa yang telah merasuki kepala suanda. Aku melirik iwan meminta pendapatnya. Tapi iwan malah lebih menjengkelkan. Ia menyuruhku agar bergabung bersama orang-orang yang suka menyindir itu.
”Pokoknya aku tidak mau keapotik itu. Titik”. Kataku dengan suara sedikit keras. Aku tak mau lagi dihina hisam dan gengnya di depan orang-orang yang menghadiri peresmian kafe.
”kali ini percayalah kepada kami, liat saja malam ini hisam akan kena batunya”. Bujuk suwanda meyakinkan. Aku bimbang membayangkan nasibku jadi bulan-bulanan hisam dan gengnya, semantara ratusan orang dari berbagai kampung menertawakanku.
”dedi...!, sejak kapan kami pernah membohongimu atau dengan sengaja membiarkanmu disakiti orang lain”. Lanjut suanda lagi. Memang tak pernah suanda dan iwan membohongiku atau membiarkan aku disakiti orang lain, malah mereka akan membelaku mati-matian. Tapi apa yang membuat mereka sangat yakin kalau kali ini hisam akan mendapatkan balasan yang setimpal. Satu-satunya cara yang paling mungkin malam ini adalah berusaha menggaet salah satu wanita yang turut hadir itu. Tapi itupun tak mudah dalam waktu singkat ini.
Jika melihat wajah suanda dan iwan yang sangat yakin, aku merasa ada suatu rencana besar diantara mereka. kali ini aku kembali termakan hasutan mereka.
”dedi kita akan membalas perbuatannya malam ini, biar dia tahu rasa”. Kata iwan seperti seorang ahli kejiwaan menasehati pasiennya yang akan mencoba bunuh diri. Mendengar ucapannya percaya diriku sedikit meningkat. Akhirnya aku bergabung juga dengan orang-orang yang tumpah ruah di apotik itu. lagi-lagi hisam menyambutku dengan semacam sindiran pembuka.
”ahaaa......! lihatlah pria norak ini, dandanannya sangat kampungan sekali”. Teriak hisam mengalihkan perhatian seluruh yang ada disitu. Tawa meledak-ledak. Aku diam saja.
”ia pikir dengan dandanannya itu, ia akan mendapatkan cewek malam ini”. Cemoh hisam lagi semakin menarik perhatian orang-orang disekitar situ. Dalam hitungan detik orang-orang sudah merubung kami. Aku jadi bulan-bulanan mereka.
Dalam badai cemohan mereka, kulihat suanda dan iwan hanya tersenyum. Wajah mereka seperti mengatakan: tak lama lagi kawan lihat saja.
”lihatlah dari segi penampilan, kau itu tak bisa mendapatkan wanita sumbing sekalipun”. Kata momi salah satu anggota geng hisam ambil bagian. Kini acara melecehkanku lebih meriah daripada acara didalam kafe. Ratusan orang merangsek maju mengelilingi kami. Suanda yang kuandalkan dalam hal ini, hanya sibuk memperhatikan jam dinding didalam apotik - seperti orang yang akan menunggu jam datangnnya bidadari yang akan menolong kami malam ini. Malam ini mereka bergantian menghinaku hingga babak belur tak berdaya.
”begitulah kawan-kawan, jika orang yang selalu bergaul dengan calo-calo terminal”. Ujar arifin membuat semua yang ada disitu tertawa terbahak-bahak. Aku tak bisa lagi keluar dari apotik ini, penonton telah mengepung kami membentuk lingkaran yang padat.
”hhaaa....mencari pacar?! Waria saja tak sudi denganmu”. Hisam melepaskan pelukan pacarnya. Gembong tengik ini mengambil posisi disampingku dan menyalak. Tawa ejekan sambung menyambung. Tak ada seorangpun yang membelaku.
Hisam adalah orang yang dijejali keinginan untuk menghina didalam jiwanya. Gayanya sering seperti orang yang ingin menyindir. Setiap melihat wajahnya ulu hatiku bagaikan tertusuk pisau. Tapi lihatlah tuhan akan mengabulkan permintaan orang yang teraniaya sepertiku.
Kini hissam mengganti posisinya didepanku menghadap penonton yang tak sabar menunggu apa yang akan ia katakan.
”seandainya malam ini, tiga pria kampungan ini mendapatkan pacar, aku akan menggantikan tugas mereka mencuci mobil selama sebulan”. Meledaklah tawa riuh rendah oleh penonton yang tak jadi melihat peresmian kafe karena lebih tertarik melihat hisam menghinaku. kali ini aku tak berani mengangkat kepala melihat kearah penonton yang menertawakanku. Aku hanya bisa menahan sakit hati. dan akan selalu aku ingat penghinaan mereka ini.
Mendengar itu suanda yang dari tadi diam sambil sekali-kali melirik jam – seperti orang yang baru menerima wangsit yang pantangannya malam ini tak bisa bicara setelah jam sembilan malam, tiba-tiba menyalak setelah memastikan jam sudah pukul sembilan malam. Kali ini suanda geram dengan memnggil hisam dengan sebutan yang paling ia tidak sukai.
”hei talib.....! apa jaminan kata-katamu tadi”. Hardik suanda. Hisam yang telah merasa diatas angin, terkejut setengah mati. Ia tak menyangka suanda akan buka suara melawannya, dan parahnya suanda memanggilnya talib. Penonton yang memang sudah mengetahui tabiat dan sepak terjang talib langsung tertawa mendengar hisam dipanggil deangan sebutan talib. Hisam marah besar, ia merasa terhina sekali dengan panggilan talib, apa lagi penonton menertawakan dia sampai terguling-guling. Aku was-was memandang suanda untuk menyuruhnya jangan bertindak konyol. Cukuplah aku saja yang dilecehkan hisam. Namun kulihat suanda tersenyum penuh arti kearahku. Seperti mengatakan tenang saja kawanku biar adikmu ini yang akan membereskannya.
”bukan Cuma mencuci mobil, aku juga akan membersihkan gigi kuningmu yang tak pernah kau bersihkan itu”. Sindir hisam cengar cengir. Penonton semakin histeris memanas-manasi hisam. Mereka senang hisam mendapat perlawanan. karena berarti acara akan semakin seru. Aku semakin geram melihat hisam. Inginnya aku melawannya habis-habisan karena tak tega mendengar ia menghina suanda. Kukumpulkan kekuatannku untuk angkat bicara melawan hisam. Namun belum sempat aku bersuara, iwan menahan tanganku memberi isyarat biarlah adik suwanda yang akan membereskannya. Iwan juga tersenyum seperti monyet melihat pisang. ia sangat yakin kalau malam ini hisam akan mendapatkan pembalasan yang setimpal.
semakin tak habis pikir dengan apa yang mereka rencanakan. Kini suwanda berdiri didepan hisam.
”dengar semua yang ada disini, jika aku dan kedua temanku tak mendapatkan pacar malam ini, aku akan menjilat pantatnya hisam”. Aku teperanjat dengan taruhan suwanda. menjadi sangat tegang khawatir memikirkan jika seandainya tak juga mendapatkan wanita malam ini. Mendengar itu semua penonton terbelalak. Semua diam menunggu reaksi hisam yang semakin memanas.
Tapi dalam ketegangan itu tiba-tiba penonton terkejut dengan sebuah mobil sedan timor yang memaksa menepi tepat didepan teras apotik. Penonton jengkel dengan pemilik mobil yang seenaknya memarkir mobil mengambil tempat mereka - untuk menyaksikan acara yang semakin memanas ini. Mungkin pemilik mobil itu buru-buru mau membeli obat diare di apotik karena tak tahan perutnya sakit. Semua diam menunggu akan mendamprat pemilik mobil itu ketika akan keluar. Pelan-pelan pintu mobil terbuka dan tiba-tiba pada detik itu tiga wanita cantik berpostur tubuh langsing padat itu melangkah anggun bersahaja keluar dari mobil. Semua mata memandang kagum melihat gaun malam yang mereka gunakan. Tampak jelas tiga wanita ini selalu bersentuhan dengan barang-barang impor yang mewah, mereka tak mau berurusan dengan hal-hal remeh temeh. Sorot mata mereka menandakan mereka bukan orang sembarangan, mereka adalah orang yang hidup dengan berlimpah kekayaan.
Semua terdiam menyaksikan segala pesona oleh tiga wanita ini. Namun pada detik itu seluruh tubuhku bergetar hebat, aku hampir mati ditempat saat salah satu wanita itu tesenyum manis padaku. tak menyangka kalau iyen akan hadir ditempat ini. Semua yang berada disitu terbelalak kaget tak alang kepalang ketika iyen memeluk manja kepadaku.
”maaf sayang aku terlambat”. Bisik iyen manja ketelingaku. Suasana menjadi hening. Semua terdiam dengan mulut ternganga seperti telah dipotret oleh kamera raksasa dari langit. Saat itu aku hanya kagum dengan kekuasaan tuhan. Tuhan berpihak kepada orang-orang yang teraniaya. Malam ini ia telah membalas tuntas atas apa yang sering mereka lakukan kepada orang-orang yang tak berdaya sama sekali.
Kulihat suanda dan iwan sibuk mengumbar kemesraan dengan pasangan gelap mereka. Namun meskipun sibuk, suanda sempat melayangkan sinyal yang langsung dapat kumengerti yaitu: jangan pernah meremehkan adikmu ini kawan!!. Inilah hasil kontrak kerja yang disepakati iyen dan suanda di terminal waktu itu. Mereka diam-diam bersekongkol untuk memberi kejutan kepadaku. Kali ini aku harus mengakui kejelian otak suanda. Rupanya berguna juga otak sintingnya itu. Pantas saja suanda sempat memukul kepalanya sendiri waktu itu. sebab rencananya memang sangat diluar jangkauan.
Aku teringat akan satu tugas yang belum selasai. Kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku calana. mendekati hisam yang masih dengan mulut ternganga. Kuserahkan kunci mobil dengan penuh takzim.
”maaf kawan malam ini aku sibuk, jadi tolong kerjakan tugasmu dengan baik”. Didepan ratusan saksi ia tak bisa mengelak. Suanda tak mau ketinggalan. Dengan wajah penuh sindiran ia mendekati hisam.
”nampaknya pantatmu telalu kotor untuk orang setampan aku”. Kata suwanda berwibawa.
OOO
COMMENTS