SANGAT DISARANKAN MEMBACA TULISAN INI SAMBIL MENDENGARKAN LAGU ‘BUNDA’ DARI MELLY GOESLAW DARI TEROWONGAN MENUJU SURGA: Catatan Hati Me...
SANGAT DISARANKAN MEMBACA TULISAN INI SAMBIL MENDENGARKAN LAGU ‘BUNDA’ DARI MELLY GOESLAW
DARI TEROWONGAN MENUJU SURGA: Catatan Hati Melepas Ibu Pergi Haji
oleh: Agung Pribadi
Ibu berangkat naik haji. Tapi dia kok sebelum berangkat pulang kampung dulu ke Cilacap sambil bagi-bagi duit yang banyak ya? Terus dia juga ke rumah saudara-saudara sekampung yang di Jakarta melakukan hal yang sama. Dia juga ke rumah sahabat-sahabatnya melakukan hal yang sama. Mana dia selalu pergi naik taksi! Pokoknya boros banget, deh!
Ibu lagi kenapa ya? Kata orang-orang yang dikunjungi itu, Ibu juga meminta dimaafkan segala kesalahannya sambil menangiskejer (kata orang Jakarta). Ibu juga meminta maaf sambil nangis-nangis ke tetangga-tetangga. Kenapa ya Ibu? Pergi haji khan hal yang biasa-biasa saja! Anggap saja jalan-jalan wisata ke luar negeri! Nanti juga pulang lagi! Adik perempuanku, Nuri, juga kok pake acara nangis-nangis sampai kejer.
Memang adikku yang baru lulus SMP itu tidak bisa melepas keberangkatan Ibu karena harus mengikuti acara perpisahan kelas III SMPN 45 Cengkareng, Jakarta. Tapi mbok ya biasa-biasa saja nanti Ibu juga pulang lagi! Nggak perlu pake acara ngamuk-ngamuk minta Ibu nggak usah berangkat haji! Naik haji itu khan ibadah, janganlah dilarang-larang!
“Nanti Nuri tidur di kamar sendirian!”, kata adikku yang sejak meninggalnya Bapak selalu tidur bersama Ibu.
“Alah paling tidur sendirian satu setengah bulan! Ntar juga Ibu pulang lagi!”, aku agak marah dan dongkol.
Tapi Nuri tetap tidak mau diam. Akhirnya jam setengah tujuh pagi Nuri berangkat ngumpul di SMP 45 lalu langsung berdarmawisata ke Sukabumi. Dia berangkat sambil terisak-isak!
Sekitar jan 8.30 pagi kami berangkat serombongan empat mobil mengantar Ibu yang akan berangkat naik haji. Kami berangkat menuju ke kompleks Bank Indonesia (BI) tempat berkumpul para jama’ah haji yang bersama rombongan Bank-Bank Pemerintah sehari sebelum dikarantina di Asrama Haji Pondok Gede.
Yang lucu, Ibu menjahit bendera merah putih kecil di bagian atas kerudung putihnya. “Biar kalau di padang pasir ketahuan dari atas pesawat bahwa Ibu orang Indonesia!”, kata Ibu polos. Kami semua tertawa mendengarnya.
Dalam perjalanan keberangkatan ternyata kami sering nyasar dan salah belok seolah-olah Allah ingin agar waktu kebersamaan dengan Ibu jadi lebih lama, kenapa, ya?
Kemudian kami sampai di komplek BI dan kamipun melepas keberangkatan Ibu yang selalu menangis………………….
*********
Ibu menulis surat dari tanah suci. Lucunya, bentuk suratnya adalah di dalam amplop masih ada amplop (Seperti pepatah di atas langit masih ada langit). Jadi Ibu menulis tidak di atas kertas surat melainkan amplop yang dilepas lemnyalah yang menjadi kertas surat….”Susah di sini nyari kertas!”, kata Ibu dalam suratnya. Yang membuat kami terharu adalah pernyataan Ibu, “Suasana di sini enaaaaaaaak sekali! Enak karena sepanjang waktu ibadah teruuuuus!”. “Alhamdulillaaaaaaaah!”, kata kami sekeluarga.
******
Ada berita menggemparkan! Terjadi peristiwa musibah terowongan Haratul Lisan di Mina Saudi Arabia ! 900 orang jadi korban dan sekitar 500 orang dari Indonesia ! Hal ini disebabkan bertumpuknya dua arus manusia dalam terowongan itu yang menyebabkan saling dorong! Saling gencet! Saling injak!
Waduh Ibu bagaimana ini?! Kami seluarga was-was! Kami langsung menelpon Bank Indonesia menanyakan bagaimana kabar rombongan Bank Indonesia……Ternyata Bank Indonesia belum mengetahui secara pasti… Kami rajin memantau radio dan televisi untuk mengetahui apakah nama Ibu ada dalam daftar korban meninggal……Ternyata tidak ada…
Hari berikutnya kutelepon Departemen Agama dan Bank Indonesia
Nama Ibu masih tidak ada dalam daftar korban meninggal di tanah suci….
Suara Penyiar TVRI sayup-sayup terdengar, “Jumlah korban mencapai 900 orang!” berbarengan dengan suara sirene ambulans yang meraung-raung di televisi menambah suasana mencekam dan menegangkan.
Hari berikutnya kutelepon lagi Departemen Agama dan Bank Indonesia
Nama Ibu juga masih tidak ada…. Ya Allah tolong selamatkan nyawa Ibu…………
Hari berikutnya kutelepon lagi Departemen Agama dan Bank Indonesia
Nama Ibu masih tidak ada…….Begitu juga nama Bu Usman tetangga kami yang juga sohib paling kental dari Ibu. Lalu kami diberitahu oleh Pak Usman bahwa dalam rombongan BI semuanya selamat! Kami semua mengucap, “Alhamdulillaaaaaaah…………”, dengan leganya. Akupun menangis terharu.
Keesokan harinya Pukul 19.30 Pak Haji Eddy (ayah dari Ellina Supendy) bertanya kepada saya yang sedang duduk-duduk di serambi rumah, “Gung! bagaimana kabar Ibu?”.
Aku dengan yakinnya menjawab, “Baik! Semua anggota rombongan Ibu yaitu rombongan BI selamat!”.
Tiba-tiba ada yang memanggil dari dalam rumah dengan suara parau, “Mas Agung!”.. Ternyata Nuri.
Saya langsung masuk rumah dan bertanya, “Ada apa?”.
Nuri menjawab, “Tadi di tivi ada dalam daftar nama, nama Ibu! Kusmiyatun binti S !”.
“Ah, binti S khan banyak jadi belum tentu Ibu!”, kataku pura-pura tenang padahal jantung deg-degan setengah mati!
Lalu Mbak Ellin (kakakku tertua) menelpon departemen agama. Setelah susah payah masuk akhirnya jawaban dari Departemen agama, “Semua informasi sudah kami berikan ke TVRI dan RRI! Tidak ada informasi tambahan ! Semuanya di sini soalnya berbahasa Arab! Jadi perlu waktu untuk menerjemahkannya!”.
“Sialan!”, kata Mbak Ellin sambil menutup telepon. Lucunya dan sialnya kami semua tidak ada yang tahu nomor kloter Ibu. Bagaimana mau minta informasi lebih lengkap.
“Aduh gimana nich kabar Ibu?!”, kata Nuri sambil menangis.
“Sabar! Sabar! Kita beli koran saja besok!”, kataku lagi masih pura-pura tenang.
Keesokan harinya Jam 5.30 sehabis Shalat Subuh saya membeli koran dan langsung kubuka daftar nama korban Tragedi Mina. Ternyata ada nama Kusmiyatun binti Soedirohardjo! Seperti ada suara petir yang menggelegar!
Soedirohardjo itu nama Mbah Kakung! Ah belum tentu Ibu! Tapi ternyata persis di bawah nama Ibu ada nama Bu Usman! Lalu aku memberitahukan seluruh anggota keluarga. “Waduh bagaimana ini?”, kata mereka semua.
Ternyata kemudian Pak Usman datang ke rumah kami dan memberitahukan bahwa semalam ia menelpon BI ternyata di rombongan BI memang ada 2 korban meninggal yaitu Bu Usman dan Ibu! Akhirnya kami semua lemas…
Tangis meledak di keluarga kami! Suasana jadi sangat kelabu! Dadaku terasa sangat sesak! AKhirnya akupun tak tahan lagi! AKu sesenggukan! Ya Allah! Mengapa ini terjadi pada ibu!
“Ibuuuuu…!” Kata Kakakku Mbak ELlin sambil menangis... mukanya sangat merah... Matanya bengkak, Suaranya paraU...
Aku yang sejak tadi berdiri langsung terduduk diam. Mataku menerawang ke langit-langit….
Kakakku mbak Iya tidak terdengar suaranya. Ia terdiam. Ia terpaku. Pandangannya kosong. Tapi butiran bening menetes dari matanya...
Tetangga-tetangga secara otomatis juga mendengar kabar ini. Mereka lalu berinisiatif menyewa tenda dan datang ke rumah untuk tahlilan dan membaca Surat Yasin……Saudara-saudara juga sudah berdatangan!
Ketika Bapak meninggal aku sedih tapi tidak sangat sedih, tapi sekarang……..(Tunggu sebentar diary aku mau mengusap air mata dulu….Saya nggak tahan lagi untuk membendung air mata…………..).
……………Oke aku lanjutkan….. Mungkin ada dua sebab pertama waktu Bapak meninggal masih ada satu: Ibu! tapi sekarang…… tidak ada sama sekali…..Kedua aku lebih dekat ke Ibu daripada ke Bapak……..
Ketika Bapak meninggal Untung (Untung itu abangku diary) sedang berada di Yogya, ketika Ibu meninggal sekarang Untung sedang berada di Bandung untung ujian Politeknik Mekanik Swiss ITB. Jam 13.00 Untung tiba di rumah ketika tahu bahwa Ibu meninggal Ia langsung menangis histeris! Mirip dengan ketika Bapak Meninggal! Tidak ada yang bisa mendiamkan atau minimal membuat reda tangisnya! Ia baru diam setelah aku berkata, “Sudahlah Tung Ibu itu mati Syahid…….”.
Ya Allah………Kuatkanlah hati kami seluarga…………….
Satu hal yang paling aku sesali adalah aku belum sempat berkata pada ibuku, “Aku sayang sama Ibu!” Sungguh aku sangat menyesal!
Kepada teman-teman yang membaca tulisan ini, selesai membaca ini langsung cari ibu anda dan katakan, “Aku sayang sama ibu!” Jangan sampai menyesal seperti aku.
Wallahu A’lam bish Shawab.
COMMENTS