REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia Selama beberapa tahun ini, setiap kali usai Lebaran, saya selalu menulis tema tentang mudik, lebih tepa...
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Asma Nadia
Selama beberapa tahun ini, setiap kali usai Lebaran, saya selalu menulis tema tentang mudik, lebih tepatnya korban mudik. Betapa tidak, korban mudik di Indonesia bisa mencapai angka yang fantastis bahkan terbilang tidak masuk akal.
Saya ingat betul ketika tahun 2012 saya menulis jumlah korban mudik selama 16 hari mencapai 908 jiwa. Padahal pada tahun yang sama Mesir sedang bergejolak dan korban yang tewas 297 orang atau hanya sekitar sepertiga dari korban mudik. Jumlah korban mudik tahun itu dua kali lipat lebih banyak dari korban perang lima hari Rusia-Georgia yang melibatkan 40 ribu tentara dan memakan korban 500-an orang. Pantaskah?
Saat ini Gaza sedang diluluhlantakkan penjajah Israel dengan serangan udara yang membabi buta, jumlah korban mencapai ribuan. Jika kita tidak berbenah, tidak mustahil korban mudik bersaing jumlahnya.
Yang mengherankan, setiap tahun masalah utamanya selalu sama dan terjadi di jalan yang sa ma, yaitu pantai utara (pantura) Jawa. Saya tidak habis pikir mengapa perbaikan jalan terse- but tidak pernah selesai, mengapa selalu rusak, dan belum tuntas juga se tiap tahunnya.
Padahal tugas Pemerintah Indo ne sia hanya merawat dan memperbaiki pantura, bukan membuat atau membuka jalan karena jalan tersebut dibangun oleh Daendels pada masa penjajahan. Setiap tahun seluruh pihak tahu bahwa jalur tersebut akan dilalui jutaan pemudik.
Selama beberapa tahun ini, setiap kali usai Lebaran, saya selalu menulis tema tentang mudik, lebih tepatnya korban mudik. Betapa tidak, korban mudik di Indonesia bisa mencapai angka yang fantastis bahkan terbilang tidak masuk akal.
Saya ingat betul ketika tahun 2012 saya menulis jumlah korban mudik selama 16 hari mencapai 908 jiwa. Padahal pada tahun yang sama Mesir sedang bergejolak dan korban yang tewas 297 orang atau hanya sekitar sepertiga dari korban mudik. Jumlah korban mudik tahun itu dua kali lipat lebih banyak dari korban perang lima hari Rusia-Georgia yang melibatkan 40 ribu tentara dan memakan korban 500-an orang. Pantaskah?
Saat ini Gaza sedang diluluhlantakkan penjajah Israel dengan serangan udara yang membabi buta, jumlah korban mencapai ribuan. Jika kita tidak berbenah, tidak mustahil korban mudik bersaing jumlahnya.
Yang mengherankan, setiap tahun masalah utamanya selalu sama dan terjadi di jalan yang sa ma, yaitu pantai utara (pantura) Jawa. Saya tidak habis pikir mengapa perbaikan jalan terse- but tidak pernah selesai, mengapa selalu rusak, dan belum tuntas juga se tiap tahunnya.
Padahal tugas Pemerintah Indo ne sia hanya merawat dan memperbaiki pantura, bukan membuat atau membuka jalan karena jalan tersebut dibangun oleh Daendels pada masa penjajahan. Setiap tahun seluruh pihak tahu bahwa jalur tersebut akan dilalui jutaan pemudik.
Ya, setiap tahun!
Mudik bu kan lah kejadian fenomenal. Bukan pula peristiwa insidental, melainkan rutinitas ta hunan.
Saya jadi teringat lagi olok-olok di berbagai sosial media. "Butuh waktu 2.000 tahun untuk membangun Tembok Cina. Bu tuh waktu sampai kiamat untuk memba ngun jalur pan tura."
Lalu mengapa saya menulis ini lagi, padahal sudah pernah menulisnya, bukankah ini perkara basi? Ya, tulisan ini basi jika ternyata kini tidak ada lagi korban dalam jumlah besar akibat mudik. "Resonansi" kali ini akan basi jika korban mudik hanya tinggal sejarah, peristiwa masa lalu.
Tapi kenyataannya sekalipun diteriakkan setiap tahun, perubahan besar tidak terjadi, korban mudik tetap berjatuhan. Dan selama mudik masih memakan korban, saya akan tetap mengangkat persoalan ini. Sekali lagi mengulang ilustrasi yang membuat saya terenyak saat menontonnya di televisi. Menyaksikan bagaimana migran wildebeest di Afrika bisa berlangsung dengan begitu teratur.
Setiap tahun, satu setengah juta hewan yang berbobot rata-rata 300 kilogram berjalan sejauh 1.600 km atau Jakarta-Surabaya bolak-balik selama dua bulan lari berdesakan, tapi bisa meminimalkan jumlah korban, sekalipun di su ngai bahaya mengancam dari buaya yang me nunggu, dan di padang rumput singa dan hyena siap memangsa.
Di antara jutaan wildebeest, ada yang bertu- gas memilih jalan aman, mencari sungai dangkal, dan mencari pusat air untuk beristirahat. Tidak banyak kisah mereka mati secara massal, hanya pernah satu kali terjadi ketika ribuan mati tenggelam, tapi dikarenakan faktor yang tidak biasa, bukan rutinitas.
Sementara korban mudik, setiap tahun jatuh, banyak yang terjadi dalam rutinitas biasa tanpa pemicu luar biasa. Setiap tahun puluhan triliun rupiah hilang akibat kerugian dan kerusakan yang terjadi saat mudik. Biaya yang cukup untuk mem buat jalan pantura lebih lancar dan lebar. Setiap tahun, banyak kesempatan untuk memperbaiki, tetapi kita tetap lalai.
Bagaimana dengan tahun ini? Alhamdulillah, ada sedikit harapan perbaikan. Kepala Biro Penerangan Masya rakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, angka kecelakaan selama arus mudik Lebaran 2014 mengalami penu- runan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Selama dela pan hari Operasi Ketupat pada ta hun 2014 terjadi 1.584 kecelaka an. Semen - tara pada 2013 terjadi 1.832 kecelakaan. Jadi turun 14 persen atau 248 ke jadian," lanjutnya.
Kalimat tersebut meng alirkan udara optimistis. Sungguh kabar baik jika jumlah kecelakaan setiap tahun bisa terus menurun. Kembali saya mengingatkan hadis yang juga telah sayakutip tahun lalu. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Mukmin tidak boleh jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama." (HR Muslim). Hari-hari ke depan akan memberi gambaran utuh. Total jumlah kecelakaan yang terjadi, juga jumlah korban jiwa yang jatuh, hingga arus mudik selesai. Akankah situasi mudik akhirnya berubah tahun ini? Atau kita kembali untuk tak terbilang kali jatuh ke lubang yang sama? Mari kita cermati.
Saya jadi teringat lagi olok-olok di berbagai sosial media. "Butuh waktu 2.000 tahun untuk membangun Tembok Cina. Bu tuh waktu sampai kiamat untuk memba ngun jalur pan tura."
Lalu mengapa saya menulis ini lagi, padahal sudah pernah menulisnya, bukankah ini perkara basi? Ya, tulisan ini basi jika ternyata kini tidak ada lagi korban dalam jumlah besar akibat mudik. "Resonansi" kali ini akan basi jika korban mudik hanya tinggal sejarah, peristiwa masa lalu.
Tapi kenyataannya sekalipun diteriakkan setiap tahun, perubahan besar tidak terjadi, korban mudik tetap berjatuhan. Dan selama mudik masih memakan korban, saya akan tetap mengangkat persoalan ini. Sekali lagi mengulang ilustrasi yang membuat saya terenyak saat menontonnya di televisi. Menyaksikan bagaimana migran wildebeest di Afrika bisa berlangsung dengan begitu teratur.
Setiap tahun, satu setengah juta hewan yang berbobot rata-rata 300 kilogram berjalan sejauh 1.600 km atau Jakarta-Surabaya bolak-balik selama dua bulan lari berdesakan, tapi bisa meminimalkan jumlah korban, sekalipun di su ngai bahaya mengancam dari buaya yang me nunggu, dan di padang rumput singa dan hyena siap memangsa.
Di antara jutaan wildebeest, ada yang bertu- gas memilih jalan aman, mencari sungai dangkal, dan mencari pusat air untuk beristirahat. Tidak banyak kisah mereka mati secara massal, hanya pernah satu kali terjadi ketika ribuan mati tenggelam, tapi dikarenakan faktor yang tidak biasa, bukan rutinitas.
Sementara korban mudik, setiap tahun jatuh, banyak yang terjadi dalam rutinitas biasa tanpa pemicu luar biasa. Setiap tahun puluhan triliun rupiah hilang akibat kerugian dan kerusakan yang terjadi saat mudik. Biaya yang cukup untuk mem buat jalan pantura lebih lancar dan lebar. Setiap tahun, banyak kesempatan untuk memperbaiki, tetapi kita tetap lalai.
Bagaimana dengan tahun ini? Alhamdulillah, ada sedikit harapan perbaikan. Kepala Biro Penerangan Masya rakat Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, angka kecelakaan selama arus mudik Lebaran 2014 mengalami penu- runan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Selama dela pan hari Operasi Ketupat pada ta hun 2014 terjadi 1.584 kecelaka an. Semen - tara pada 2013 terjadi 1.832 kecelakaan. Jadi turun 14 persen atau 248 ke jadian," lanjutnya.
Kalimat tersebut meng alirkan udara optimistis. Sungguh kabar baik jika jumlah kecelakaan setiap tahun bisa terus menurun. Kembali saya mengingatkan hadis yang juga telah sayakutip tahun lalu. Rasulullah SAW bersabda, "Seorang Mukmin tidak boleh jatuh dua kali ke dalam lubang yang sama." (HR Muslim). Hari-hari ke depan akan memberi gambaran utuh. Total jumlah kecelakaan yang terjadi, juga jumlah korban jiwa yang jatuh, hingga arus mudik selesai. Akankah situasi mudik akhirnya berubah tahun ini? Atau kita kembali untuk tak terbilang kali jatuh ke lubang yang sama? Mari kita cermati.
COMMENTS