Oleh-oleh Inspirasi dari Belanda 1 oleh Isa Alamsyah Penulis Humortivasi, No Excuse! an 101 Dosa PenulisPemula Penerbangan KLM dari A...
Oleh-oleh Inspirasi dari Belanda 1
oleh Isa Alamsyah
oleh Isa Alamsyah
Penulis Humortivasi, No Excuse! an 101 Dosa PenulisPemula
Penerbangan KLM dari Amsterdam ke Jakarta delay, dan saya harus menunggu 6 jam-an.
Tidur? Risiko. Kalau kebablasan bisa ditinggal.Akhirnya saya memilih berbincang dengan penumpang lain yang ikut menunggu. To kill time.
Tidur? Risiko. Kalau kebablasan bisa ditinggal.Akhirnya saya memilih berbincang dengan penumpang lain yang ikut menunggu. To kill time.
Tapi perbincangan yang inspiring justru saya dapatkan ketika saya ngobrol dengan Thierry Sanders, seorang warga negara Belanda yang juga menumpang pesawat yang sama.
Ia bekerja sebagai CEO di sebuah perusahaan di Indonesia.
Setelah berbincang lama ternyata pebisnis ini juga menulis buku.
Lelaki itu bercerita sudah menulis satu buku tapi tidak ada penerbit yang mau menerbitkannya.(Banyak yang pernah mengalami kan?)
Ia bekerja sebagai CEO di sebuah perusahaan di Indonesia.
Setelah berbincang lama ternyata pebisnis ini juga menulis buku.
Lelaki itu bercerita sudah menulis satu buku tapi tidak ada penerbit yang mau menerbitkannya.(Banyak yang pernah mengalami kan?)
Tapi Thierry tidak menyerah, ia menerbitkan bukunya sendiri dan menjualnya (Self publihing - bukan indie label).
Berapa buku yang berhasil dijual Thierry?
Cuma 200 buku saja-kurang lebih.(Kasihan?)
Mungkin banyak sudah menjual lebih banyak bukan?
Lalu di mana inspirasi cerita ini?
Informasi terakhir yang disampaikan tentang 200 buku ini baru mengagetkan.
Berapa buku yang berhasil dijual Thierry?
Cuma 200 buku saja-kurang lebih.(Kasihan?)
Mungkin banyak sudah menjual lebih banyak bukan?
Lalu di mana inspirasi cerita ini?
Informasi terakhir yang disampaikan tentang 200 buku ini baru mengagetkan.
Pria ini mengatakan,
"Dari dua ratus buku ini, salah satu buku saya jual dengan harga USD 30.000 (sekitar Rp 400 jutaan - jika dihitung kurs sekarang)."
"Dari dua ratus buku ini, salah satu buku saya jual dengan harga USD 30.000 (sekitar Rp 400 jutaan - jika dihitung kurs sekarang)."
Kok bisa?
Ternyata salah satu pembaca bukunya adalah trainer dari sebuah perusahaan konsultan besar di dunia.
Sang konsultan, meminta izin untuk mengadopsi isi buku Thierry sebagai bahan trainingnya, dan untuk izin tersebut ia siap membayar US $ 30.000.
Luar biasa bukan?
Ternyata salah satu pembaca bukunya adalah trainer dari sebuah perusahaan konsultan besar di dunia.
Sang konsultan, meminta izin untuk mengadopsi isi buku Thierry sebagai bahan trainingnya, dan untuk izin tersebut ia siap membayar US $ 30.000.
Luar biasa bukan?
Jadi jangan kecil hati kalau masih menerbitkan sendiri atau ditolak penerbit, karena kalau memang isinya bermutu pasti akan ada jalan.
Kisah sejenis juga dialami Robert Kiyosaki.
Ketika ia menulis buku, bukunya diterbitkan secara indie dan dijual di pom bensin.
Lalu salah satu pengisi bensin tertarik dengan bukunya dan menawarkan untuk diterbitkan.
Kini Robert Kiyosaki menjadi salah satu penulis top dunia.
Ketika ia menulis buku, bukunya diterbitkan secara indie dan dijual di pom bensin.
Lalu salah satu pengisi bensin tertarik dengan bukunya dan menawarkan untuk diterbitkan.
Kini Robert Kiyosaki menjadi salah satu penulis top dunia.
Atau jangan jauh-jauh.
Lihat Dedi Padiku.
Ketika terobsesi menulis bukui ia menghabiskan uang gaji sebagai sopir untuk membuat bukunya pakai mesin foto kopi (zaman itu belum dikenal indie label).
Lihat Dedi Padiku.
Ketika terobsesi menulis bukui ia menghabiskan uang gaji sebagai sopir untuk membuat bukunya pakai mesin foto kopi (zaman itu belum dikenal indie label).
Apakah sukses?
Jangankan menjual, orang dikasih saja menolak.
(baca kisah lengkapnya di buku - tuh Ded bantu promo).
Tapi Dedi pantang menyerah.
Dia pede menawarkan ke mana-mana termasuk ke Asma Nadia.
Apakah bukunya diterbitkan?
Tidak.
Jangankan menjual, orang dikasih saja menolak.
(baca kisah lengkapnya di buku - tuh Ded bantu promo).
Tapi Dedi pantang menyerah.
Dia pede menawarkan ke mana-mana termasuk ke Asma Nadia.
Apakah bukunya diterbitkan?
Tidak.
Dedi lalu melamar kerja menjadi sopir Asma Nadia.
Lalu karena sudah dekat dan semakin dekat, akhirnya buku Dedi dibaca, diobrak-abrik ditingkatkan standarnya dan jadilah buku yang luar biasa berjudul "Mengejar-Ngejar Mimpi!"
Lalu karena sudah dekat dan semakin dekat, akhirnya buku Dedi dibaca, diobrak-abrik ditingkatkan standarnya dan jadilah buku yang luar biasa berjudul "Mengejar-Ngejar Mimpi!"
ANPH pede dengan bukunya dan cetakan pertamanya saja langsung 10 ribu eksemplar dan sudah cetak ulang.
Kisah Dedi tidak selesai di sini.
Salah satu pembaca bukunya bekerja di production house.
Dan dia mengusulkan buku Dedi untuk difilmkan.
Apalagi production house yang bernama IMAGINE tersebut mempunyai prinsip yang sama dengan buku Dedi yaitu percaya pada impian.
Akhirnya sang produser sepakat untuk mengangkat buku Dedi Menjadi film.
Salah satu pembaca bukunya bekerja di production house.
Dan dia mengusulkan buku Dedi untuk difilmkan.
Apalagi production house yang bernama IMAGINE tersebut mempunyai prinsip yang sama dengan buku Dedi yaitu percaya pada impian.
Akhirnya sang produser sepakat untuk mengangkat buku Dedi Menjadi film.
Dari buku fotokopian, kini bukan saja buku Dedi laris terjual, tapi kisah hidupnya akan difilmkan.
Bukankah itu luar biasa?
Bukankah itu luar biasa?
Dari Thierry, Robert Kiyosaki dan Dedi Padiku kita belajar untuk tidak meremehkan arti sebuah tulisan sekalipun sekedar dicetak sendiri atau indie.
Percayalah jika itu buku bagus, insya Allah akan ada jalannya.
Selamat berkarya.
Selamat berkarya.
WARNING:
Saya lebih menganjurkan self publishing (cetak sendiri) daripada indie label.
Artinya cetak tanpa pake embel penerbit indie, apalagi kalau kita yang bayar sendiri biaya cetakannya.
Alasannya
1. indie label nyetaknya sedikit bisa berpotensi menghambat step kita ke penerbit besar yang major (tidak semua - pelajari reputasi indie nya)
2. Ada penerbit indie yang menghambat ketika buku kita mau diambil major publishing - alasannya mereka yang sudah pegang right-nya - padahal baru nyetak beberapa ratus.
3. Kadang major publishing tidak mau menerbitkan yang sudah di indie sekalipun penerbit indie-nya mau ngalah.
Solusinya?
Buat perjanjian jelas bahwa hak cipta ada di tangan penulis.Buat kejelasan bahwa right penerbit hanya buku, sedangkan film, dll, adalah hak penulis,atauKalau modal sendiri nebeng cetak saja tanpa embel embel nama penerbit indie.Kecuali kalau indienya yang membiayai pencetakan bukunya gak apa
https://www.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/975810302480861/
COMMENTS