Sabtu siang (tgl.30 Jan 2010) saya berangkat menuju Pulau Lancang Besar, diantar seorang teman yang memang berasal dari pulau tersebut. S...
Sabtu siang (tgl.30 Jan 2010) saya berangkat menuju Pulau Lancang Besar, diantar seorang teman yang memang berasal dari pulau tersebut. Saya berangkat sekitar jam 14.30, berniat naik feri (jangan bandingkan dengan feri penyebrangan Merak – Bakauni). Tapi karena tertinggal, akhirnya saya naik perahu kecil milik kakak sepupu teman saya itu, dan sampai di Pulau Lancang sekitar jam tujuh malam (alhamdulillah, ombak pada saat penyebrangan itu tidak terlalu besar).
Malam, di rumah sederhana orang tua kawan saya yang berprofesi sebagai nelayan, saya ngobrol dengan kakak teman saya, Pak Rabin, yang kebetulan menjabat RW (jangan bayangkan dengan pejabat RW di Kota Jakarta). Tapi karena saya baru tiba dan kebetulan malam itu hujan, akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan obrolan itu esok pagi.
Paginya kami melanjutkan obrolan yang sempat tertunda. Setelah menceritakan perihal RumahBaca Asmanadia, kegiatan, perkembangan dan beberapa rumah baca yang sudah didirikan, akhirnya disepakati bahwa (insya Allah) RBA Pulau Lancang Besar akan di bangun di teras depan rumah Pak Rabin. Sedangkan relawan yang akan mengelola dan menangani RBA adalah putri beliau sendiri, Ratih.
Setelah acara bincang-bincang selesai, saya lalu berkeliling pulau. Seperti umumnya penduduk di pulau kecil, kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai nelayan dengan pendapatan sekedarnya dan tempat tinggal yang sederhana.
Beberapa bangunan yang terbilang lumayan ada juga. Semuanya milik dan dibangun oleh pemerintah: gedung SD dan SMP (gratis, alhamdulillah!), kantor kelurahan dan rumah dinas, dan ada juga bangunan yang disewakan untuk pengunjung pulau yang ingin menginap dengan nyaman. Tapi, sekali lagi, umumnya penduduk pulau itu tinggal dalam rumah yang sederhana.
Kegiatan anak-anak di pulau itupun sangat terbatas. Kalau tidak kumpul-kumpul sambil bersendagurau, mereka biasanya bermain di pantai sambil menangkap ikan-ikan kecil. Nyaris tak ada kegiatan yang bersifat edukatif.
Menjelang sore, setelah acara mandi di laut dan memancing, akhirnya saya pamit. Saya katakan kepada Pak Rabin dan teman saya, insya Allah saya akan datang lagi dalam waktu dekat untuk menindaklanjuti rencana pendirian RBA.
Dalam perjalanan pulang (di perahu kecil yang menjemput saya sebelumnya, lagi-lagi karena tertinggal feri), saya dan teman lalu membuat perhitungan kasar tentang biaya yang dibutuhkan untuk membangun RBA (lengkap dengan rak-rak). Dari hitung-hitungan itu (membuat pondasi dengan batu karena tanahnya yang berpasir, membeli semen, batu bata, bilik, genteng, triplek dan beberapa batang kayu serta membayar pekerja) dibutuhkan biaya sekitar 6 sd 7 juta rupiah.
Demikian sedikit cerita saya tentang perjalanan saya yang berniat mendirikan RBA di Pulau Lancang Besar. Semoga ada teman-teman yang bersedia menyisihkan sedikit rezekinya untuk membantu pendirian RBA di Pulau lancang Besar. Terima kasih.
Saya
Birulaut
bantuan dana bisa diberikan ke An. Asmarani Rosalba, BCA Margonda Depok, No. Rek: 8690632111
Mohon SMS setelahnya ke: Ibu Maria Amin (08158873733)
Mohon SMS setelahnya ke: Ibu Maria Amin (08158873733)
Sebuah kebaikan insya allah menjadi jalan bagi kebaikan yang lain...
sebuah kebaikan tidak akan pernah sia-sia.
sebuah kebaikan tidak akan pernah sia-sia.
Yuk, tambah bekal kita di hadapan Allah dengan menjadi bagian berdirinya rumahbaca AsmaNadia,
insya allah, selama masih ada yang membaca nanti di sana, di bangunan mungil yang berdiri nanti, maka semoga terus mengalir amal jariyah kita...
ps: jika ada kelebihan dana yang terkumpul, akan dimanfaatkan utk kelangsungan RBA lain di tanah air.
COMMENTS